Kini hari-hari Somad dan Rohim diisi oleh cinta dan kasih. Mereka saling dapat menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Senang dan susah mereka jalani bersama. Kini hati kedua perjaka dari desa terpencil tersebut sudah saling mengikat. Bahkan suatu saat ketika Somad mandi di sungai lalu terpeleset batu kali yang licin hingga ia pingsan, Rohim langsung mempunyai firasat buruk dan langsung berlari mencari Somad di kali, dan benar saja Somad tergeletak pingsan dengan kening yang berngucurkan darah segar. Rohim panik dan segera memberikan pertolongan pertama. Kain sarung ia sobek untuk membuntal kepala Somad agar darahnya mampet. Kekuatan ikatan hati mereka hingga dapat merasakan apa yang dirasakan pasangannya. Hubungan mereka berdua adalah wakil dari kekuatan cinta yang hakiki, yang dapat menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, dan dapat merasakan apa yang dirasakan pasangannya.
Walaupun pada dasarnya mereka sudah saling mengikat hati, namun mereka tidak memanggil kekasihnya dengan sebutan sayang. Mereka lebih nyaman memanggil dengan sebutan "cong" (panggilan akrab pemuda di Madura. Dalam bahasa Indonesia: bung) atau dengan menyebut nama aslinya. Walaupun secara kasat mata tidak terlihat seperti sepasang kekasih, namun mereka mulai mengikat hati satu sama lain.
***
Seminggu lagi akan memasuki masa panen, sudah tak terasa mereka melewati waktu bersama hampir genap 3 bulan. Pada hari hari terakhir mereka bersama, intensitas bersenggama semakin rutin dilakukan. Hampir setiap malam mereka bersetubuh, bahkan diwaktu siang bolongpun mereka tak segan bersetubuh. Mereka sadar karena sebentar lagi jugaran pemilik tambak akan datang menantau panenan udang. Tentu keseharian mereka akan diawasi terus oleh juragan. Maka dari itu di hari hari terakhir sebelum pemanenan udang dilaksanakan, Somad dan Rohim semakin beringas melakukan persetubuhan. Di hari-hari terakhir mereka ngentot tidak lagi mementingkan kualitas seks, namun lebih pada kuantitas. Mereka langsung ngentot seperti kucing liar di terminal, begitu kontol ngaceng langsung sodok. Tak jarang pula mereka ngentot dengan waktu singkat bahkan belum 15 menit mereka sudah keluar. Begitu seterusnya.
***
Suatu hari juragan datang mengawasi pekerjanya yaitu Somad dan Rohim dari kejauhan untuk memantau bagaimana kinerja kerjasamanya dalam merawat tambak. Ia mengawasi kerja Somad dan Rohim dari kejauhan. Juragan mengawasi menggunakan teropong keker yang ia beli di Madinah saat ia Haji beberapa tahun lalu di penjual asongan dari Pakistan.
Awalnya berjalan baik-baik saja. Rohim terlihat menyisir udang, sedangkan Somad terlihat sedang merajang sayuran. Dari beberapa evaluasi kinerja Rohim dan Somad memang bagus, mereka saling bekerja sama. Sedikit lagi Juragan akan menghentikan aksi mata-matanya lalu menghampiri kedua pekerjanya tersebut. Namun ternyata Juragan meneruskan aksi mata-matanya sekali lagi. Juragan melihat Rohim menghampiri Somad yang sedang merajang makanan. Tiba-tiba Rohim memplorotkan celana lusuhnya yang basah dan mengacungkan kontolnya dihadapan Somad. Somad menghentikan pekerjaannya lalu ia mengocok kontol Rohim lalu menelannya mentah-mentah ke dalam mulutnya. Juragan terbelalak melihat aksi kedua pekerjanya dari teropong. Juragan langsung memberi kesimpulan bahwa kedua pekerjanya tersebut tidak profesional dalam bekerja. Juragan mengurungkan niatnya untuk menghampiri Somad dan Rohim yang sedang melakukan hal yang tidak senonoh. Ia akan kembali lagi tiga hari kemudian tepat saat pemanenan dimulai. Juragan pulang. Kehadiran juragan saat itu tidak diketahui oleh Rohim dan Somad dan mereka tetap melanjutkan oral sex.
***
Hari itu juragan datang membawa beberapa box gabus dan beberapa bongkah es untuk siap memanen udang. Hari itu Somad dan Rohim bekerja lembur memanen udang mulai pagi hingga petang. Panenan musim ini tembus satu kuintal udang segar. Namun aura juragan tidak sesumringah rezeki yang diterimanya. Walaupun panen melimpah juragan tetap memandang aneh kedua pekerjanya tersebut. Somad dan Rohim tidak begitu memperhatikan gelagat juragan, mereka mencoba bekerja profesional di hadapan juragan agar juragan bisa menilai kegigihan kerja keras mereka.
Satu kuintal lebih udah sudah dinaikkan ke mobil bak datsun tua milik juragan. Ia akan kembali ke Kali Anget untuk mengurus produksi udangnya. Sementara Rohim dan Somad harus mengemasi tempat base camp mereka di tambak. Setelah Juragan mengurusi produksi udang ke pasar-pasar selanjutnya juragan berjanji kembali ke tambak untuk menjemput Rohim dan Somad ke tambak dan boleh kembali pulang karena kontrak sudah selesai.
***
Suasana terasa berbeda dihari-hari terakhir mereka berada di tambak. Somad tampak lebih sensitif karena ia tak ingin kehilangan momen-momen indah bersama Rohim. Begitu pula Rohim, namun Rohim lebih santai dan selalu membujuk rayu Somad untuk melakukan ML di momen-momen terakhir mereka bersama. Sikap Rohim yang agak memaksa malah membuat Somad tidak nyaman. Ia sangat sensitif dan tidak mau diajak bicara. Setelah dihibur oleh Rohim, akhirnya Somad mau berbicara juga.
"Kamu kenapa Mad?" Tanya Rohim.
"Aku sedih meninggalkan tempat ini, tempat kita memadu kasih. Dan sesaat lagi kita sudah tidak di sini lagi."
"Tenang saja Mad, kita kan bisa tambah kontrak untuk bekerja di sini lagi!"
"Tapi bagaimana kalau ternyata hal itu tidak terjadi? Jalanku masih panjang Him dan aku tidak bisa seperti ini terus, aku harus bisa mencari nafkah, aku harus menikah dan meninggalkan kamu." Jawab Somad dengan nada ketakutan dan kalut.
Rohim sedikit kaget dengan pernyataan Somad. Ia menatap dalam mata Somad yang tampaknya sangat jujur dan polos. Ia sangat mengerti hati Somad, Somad tampak takut kehilangan dirinya yang selama ini sudah mulai tumbuh bibit-bibit cinta. Namun Somad juga ketakutan bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual menyimpang. Rohim sangat mengerti jika Somad merasa terpenjara dalam orientasi seksualnya yang sudah menyimpang jauh dari norma. Sementara sebentar lagi Somad akan melangsungkan pernikahan dengan gadis desa. Somad sangat berbeda dengan dirinya yang lebih santai menghadapi hidup seperti air mengalir. Tampaknya Somad ketakutan menghadapi masa depannya sendiri. Rohim tersenyum pada Somad. Ia memberi semangat kepada Somad dan berjanji suatu saat ia akan menemuinya lagi jika sebentar lagi ternyata benar mereka berpisah. Somad tetap terdiam kalut.
Rohim mencoba menghiburnya sekali lagi dengan menggoda Somad menyungkurkan tubuhnya seperti posisi ngentot. Melihat Somad tersungkur, Rohim malah tertawa terbahak-bahak. Namun Somad sangat tersinggung atas bercandaan Rohim yang sebenarnya sangat sepele tersebut. Akhirnya Somad berdiri lalu memberi satu bogeman mentah di pipi Rohim yang sedang tertawa terbahak bahak. Rohim tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Somad, ia pikir itu adalah bercandaan Somad lalu Rohim membalas kembali bercandaan Somad dengan cara mendorong tubuh Somad hingga ia tersungkur kembali. Somad semakin emosi lalu dia menghajar Rohim dengan serius. Rohim baru sadar ternyata Somad benar-benar marah, ia berusaha menangkis tonjokan Somad lalu membalas. Dan akhirnya mereka berdua saling beradu jotos seperti dan berkelahi sungguhan seperti ngengeroyokan copet pasar yang dimasa warga.
Setelah Somad berhasil memberi bogeman tepat di hidung Rohim, hingga hidungnya berdarah, maka ia menyelesaikan perkelahian. Ia pergi meninggalkan Rohim dengan keadaan muka mengucur darah segar dari hidung Rohim. Kemudian Somad pergi lalu mengemasi barang-barangnya.
Jantung Rohim berdegup kencang sangat syok apa yang terjadi pada dirinya barusan. Jemarinya masih bergetar. Ia mengelap hidungnya yang berdarah dengan kemeja lusuhnya hingga kemejanya kotor akibat bercak darah segar di bagian lengannya. Sekali lagi Somad menengok Rohim yang masih berdiri syok dengan kemeja penuh bercak darah di bagian lengannya, namun Somad tak peduli, ia meneruskan mengemasi barang-barangnya.
***
Somad dan Rohim kembali ke Kali Anget di rumah juragan untuk menerima honor. Mereka menumpang mobil bak terbuka di belakang. Dalam perjalanan pulang, mereka saling diam bahkan pandangan mereka sangat sinis seperti bersama dengan musuh bebuyutan di atas mobil box terbuka.
Setelah lima jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah juragan di Kali Anget. Rohim masuk ke kantor juragan untuk menerima honor, sementara Somad menurunkan barang-barang dari mobil seperti tenda, teko, wajan dll. Rohim bertatap muka dengan juragan di kantor. Juragan menjelaskan hasil evaluasi tugas mereka.
"Jadi evaluasi kerja kalian sangat bagus, kalian bisa bekerja sama dengan baik, hasil panen juga meningkat."
"Apakah itu artinya saya dan Somad bisa bekerja kembali di tambak musim depan gan?"
"Maaf Him, lebih baik kalian berhenti sampai sini carilah pekerjaan di luar sana, jangan kerja sama saya lagi, karena saya nggak mau menggaji pasangan yang sedang berbulan madu."
Rohim langsung terdiam tak bisa berkata apapun. Tampaknya hubungan dirinya dengan Somad selama ini di tambak Lapa Laok sudah diketahui oleh juragan.
"Ini honor kalian gaji saya naikkan 2x lipat menjadi 10ribu karena hasil udang melimpah melebihi target. Tapi jangan lagi bekerja dengan saya, karena saya tidak mau lagi menerima kamu dan Somad." Ujar juragan sambil memberikan 2 amplop untuk Rohim dan Somad yang isinya masing-masing 10 ribu.
Rohim keluar lalu mengemasi barang-barangnya. Ia menghampiri Somad yang rampaknya sudah selesai menata barang dan kemudian santai sambil melinting rokok klobot rajangannya sendiri. Rohim mendekati Somad yang sedang nikmat merokok di emperan toko.
"Mad ini gajimu, kata juragan kerja kita baik, udang bisa panen 2x lipat. Gaji kita juga dinaikkan 2x lipat menjadi 10 ribu. Tapi sayang juragan tidak bisa memberi kita pekerjaan lagi." Ujar Rohim menjelaskan namun tetap menyembunyikan inti alasan juragan memecat mereka.
"Baguslah kalau begitu." Jawab Somad singkat, namun ekspresi mikronya tak dapat ditutupi jika ia sangat sedih, merasa kehilangan, kalut, dan ingin menangis.
Kini Rohim baru merasakan kehilangan, namun situasi saat itu tidak memungkinkan bercerita curhat dengan intens, karena Somad terlihat kembali menutup diri. Rohim ingin sekali mengajak Somad mencari nafkah bersama kembali, namun ia takut ditolak. Rohim ingin sekali memeluk mesra, menumpahkan semua air mata perpisahan kepada Somad, namun ia takut ditolak. Akhirnya Rohim hanya bertanya sekedarnya.
"Kalau boleh tahu setelah ini kamu mau ke mana?" Tanya Rohim.
"Mungkin aku mau pulang, lalu aku akan menikah dengan gadis pilihan emakku di kampung." Jawab Somad seraya membuang muka menutupi ekspresi berbohongnya.
"Oh baiklah kalau begitu, aku juga mau pulang kerumah emakku, mungkin aku akan mewujudkan mimpiku menjadi penunggang karapan sapi setelah itu pergi merantau ke Surabaya untuk mencari nafkah di sana." Ujar Rohim.
Untuk sesaat mereka saling terdiam.
"Apakah kamu mau pulang sekarang, jika iya, kita berjalan bersama ke terminal sekarang, lalu kita berpisah di sana. Bagaimana?" Tawar Rohim membujuk Somad.
"Aku ingin di sini dulu, kalau kamu mau pulang silahkan." Tolak Somad menghindar.
"Baiklah kalau begitu aku pulang dulu." Tutup Rohim.
Rohim membawa barang-barangnya berjalan menuju ke terminal. Rohim berjalan lunglai mamun tetap meninggalkan Somad tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Somad mengamati sosok Rohim yang berjalan gontai menjauh darinya. Somad merasa sangat kehilangan namun ia tak sangup mencegah kepergian Rohim. Kini mata Somad mulai berair hingga pelupuk tak dapat menahannya yang akhirnya air matanya jatuh membasahi pipinya. Bibirnya bergetar, cuping hidungnya memerah hingga air matanya keluar juga lewat lubang hidung.
Somad segera bergegas sembunyi di gang sempit kemudian meluapkan kesediannya di sana. Ia berjongkok sambil menangis terisak-isak seraya menjotosi tembok rumah warga yang terbuat dari batako kasar. Tangan kanannya berdarah akibat menjotosi tembok batako, namun tak dirasakan oleh Somad. Ia menyesali dirinya sendiri. Pertama, ia merasa terjerumus dalam dosa besar yaitu menyukai seorang pria. Kedua, ia takut akan masa depannya yang harus menikah sementara dirinya sudah terjerumus dalam orientasi seksual yang dianggap menyimpang. Ketiga, ia tak ingin kehilangan Rohim sosok pria yang dicintainya. Keempat, ia sangat benci kepada Rohim yang membuatnya seperti ini. Kelima, ia takut karena mengingkari nasihat almarhum bapaknya agar tidak menjadi pria penyuka sesama jenis agar tidak dihakimi masa. Keenam, kini ia merasa sendiri di dunia ini menanggung dosa besar yang harus dipikulnya. Somad benar-benar menangis terisak isak di sela sela gang sambil jongkok, tangannya menutupi mukanya seolah ingin ia tanam di tanah dalam-dalam karena rasa malu pada dirinya sendiri.
***
Untuk kali pertama Somad mengenakan jas walaupun sudah usang. Ia duduk ditengah-tengah bapak-bapak yang sibuk mengepulkan asap rokok klobot. Tak lama kemudian Siti keluar dari kamar rias mengenakan kebaya dengan setelan sewek batik, kepalanya dihiasi sanggul sebesar lemper dengan 3 tusuk konde di sebelah kiri, kanan, dan atas. Siti keluar dari kamar dengan malu malu, ia digandeng perias serta emaknya. Wajahnya lebih ayu karena mengenakan pupur serta gincu yang membuat bibirnya merona. Ia kemudian duduk di samping Somad yang semakin gugup.
Akad nikah diselenggarakan secara sederhana namun kidmad. Sangat jarang sekali di desa Gedang menyelenggarakan pesta pernikahan. Walaupun pesta yang diselenggarakan sangat sederhana, namun seluruh kampung terutama anak anak sangat antusias menonton pengantin duduk di hiasan kuade sederhana.
Setelah akad nikah digelar Somad dan Siti tak henti hentinya menangis melelehkan air mata. Kini mereka sudah menjadi keluarga yang sah. Apapun kemelut yang dirasakan Somad, ia harus siap menghadapi kenyataan. Ketakutan untuk menghadapi masa depan tiba-tiba muncul lagi di hati Somad. Ia merasa tidak punya kepercayaan diri dihadapan istrinya, apakah ia bisa melayani hubungan seksual istrinya dengan baik, sedangkan Somad sudah merasa menjadi orang lain yang pernah mencintai seorang lelaki. Mengingat hal tersebut Somad semakin menumpahkan air matanya, ia tidak peduli lagi menangis dihadapan banyak orang yang menonton dirinya dan istri dipajang di kuade sederhana. Emak Somad terus mengusap punggungnya untuk menenangkan Somad. Semua orang menganggap tangisan Somad adalah tangisan haru yang wajar karena akan menempuh hidup baru bersama istri. Padahal tangisan Somad adalah tangisan ketakutan akan masa depannya.
***
Malam itu setelah pesta selesai, Somad tidur bersama di kamar pengantin di dalam kelambu yang dihias bunga plastik bersama istrinya. Somad tidak tau apa yang harus dilakukannya, ia merasa tidak bernafsu dengan istrinya. Akhirnya Somad hanya berbaring membelakangi istrinya. Ia tidak peduli apa yang dirasakan oleh kemelut hati seorang istri yang akan menjalani malam pertama. Somad hanya tidur membeku dingin di atas ranjang berkelambu.
Mulai malam pertama hingga malam ke tujuh Somad tidak pernah menyentuh istrinya sama sekali. Hingga pada suatu malam istrinya merangkul lengannya dengan malu malu. Tampaknya birahi Siti sudah memuncak, dengan ragu ragu ia mencoba merangsang Somad dengan mengelus lengannya dari belakang. Somad tetap bersikap dingin. Hingga Siti meminta langsung pada Somad dengan membisikkan kalimat ajakan melakukan ML kepada Somad.
Dengan terpaksa Somad harus melayani istrinya tersebut. Ia mencium bibir, pipi, kening, dan leher. Kemudian meraba dada istrinya lalu memainkan putingnya. Siti sudah mendesah-desah lirih atas permainan Somad, namun Somad masih saja dingin, bahkan kontol Somad tidak ngaceng sama sekali.
Selanjutnya Somad melucuti pakaiannya serta pakaian istrinya. Ia meraba-raba memek Siti sambil mengocok kontolnya dengan tangan kirinya. Somad memejamkan mata lalu membayangkan berhubungan dengan Rohim. Sosok Rohim dengan tubuh telanjang sangat melekat diingatannya. Somad membayangkan ketika dirinya bermain seks liar di pulau kecil tak berpenghuni bersama Rohim. Barulah kontolnya mulai ngaceng. Tanpa sadar ia melumat ganas tubuh istrinya seperti saat ngentot bersama Rohim di Lapa Laok. Setelah kontolnya dirasa cukup tegang barulah ia memasukkan kontolnya ke dalam memek perawan Siti. Blesss...
Siti berteriak tertahan lalu mendesah. Darah perawan menodai memek Siti dan kontol Somad. Somad terus menggenjot seperti saat ia melakukan dengan Rohim. Ia terus membayangkan ngentot bersama Rohim. Ia tidak peduli rintihan Siti, ia tetap fokus pada fantasinya dengan Rohim. Setelah beberapa lama akhirnya Somad dapat klimaks. Croooottt.... Croooottt.... Croooottt.... Croooottt.... Croooottt.... Croooottt.... Croooottt.... Croooottt.... Somad memuntahkan semua pejuhnya di dalam memek Siti. Setelah itu mereka berpakaian kembali lalu tidur hingga pagi menjelang.
Seperti malam-malam biasanya, Somad selalu bersikap dingin kepada istrinya. Ia tak akan mau menjamah Siti sebelum Siti meminta. Walaupun mereka tergolong pengantin baru namun mereka sangat jarang melakukan hubungan seksual, mungkin jika dirata rata hanya sekali dalam dua bulan. Namun tidak lama jelang pernikahan, sekitar usia 6 bulan pertama Siti sudah merasakan kehamilan.
Siti diantar emaknya periksa di dukun beranak di kampung sebelah dan ternyata benar, Siti hamil anak Somad untuk pertama kali. Setelah Somad menerima kabar dari Siti bahwa ia hamil, Somad tetap bersikap datar, ia cenderung egois memikirkan diri sendiri dan pekerjaannya yang selalu menyita waktu. Walaupun begitu Somad juga berusaha keras memerah keringat untuk menjadi tulang punggung emak, Siti, serta calon jabang bayinya.
Somad bekerja sebagai buruh tani di desanya. Ia diupah sedikit hanya cukup menghidupi emak, Siti serta dirinya. Artinya ia harus banting tulang lebih keras lagi untuk membiayai calon jabang bayinya. Somad memutuskan untuk pergi ke kota untuk mengadu nasib bekerja sebagai kuli bangunan untuk tambahan penghasilan. Keluarga somad setuju atas keputusannya. Somad berjanji ia akan bekerja di kota terdekat agar dapat pulang setiap minggu.
***
Somad kerja membanting tulang untuk menghidupi keluarganya di kota menjadi kuli bangunan. Ia kerjakan apapun yang bisa dikerjakan. Sulitnya mencari nafkah hingga membuat Somad lupa akan masa lalunya. Seiring berjalannya waktu, kehidupan Somad semakin kejam. Sudah tiga tahun ia disibukkan dengan bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga kecilnya di kampung. Belum lagi ternyata di usia 3 tahun setelah pernikahan Siti kembali hamil anak perempuan. Kini Somad dibebankan membiayai emak, Siti, dua anak perempuannya dan dirinya. Hingga kesibukan nguli sudah tidak ia rasakan lagi sengsaranya. Tampaknya ia harus menerima nasib yang sudah digariskan oleh Tuhan.
Baca "Kisah Gay Indonesia Era 80an" Dari Awal: Nelayan Kampung Terjerumus Dalam Dunia Gay (Kisah Gay Indonesia Era 80an) #1